Kebudayaan di Nusantara

Kebudayaan yang ada di Nusantara ini sebenarnya adalah hasil akulturasi antara kebudayaan lokal dengan kebudayaan asing. Hal ini dapat kita lihat dalam berbagai aspek, seperti makanan, musik dan pakaian tradisional. Tidak dapat dipungkiri bahwa bahwa kebudayaan asing itu dapat memperkaya kebudayaan kita, walaupun kenyataan yang sebenarnya tidak selalu seperti itu. Kadang-kadang masuknya kebudayaan asing dapat menyebabkan dekulturasi, itu pun terjadi di Nusantara. Kebudayaan yang ada di Nusantara ini dipengaruhi oleh kebudayaan India, Tionghoa, Arab, Parsi, Portugis dan Belanda. Sepanjang sejarah, nenek moyang kita menerima pengaruh budaya asing dengan baik.
Coba pelajari tentang kebudayaan setiap provinsi di Indonesia, pasti ada pengaruh asingnya. Mulai dari makanan tradisional, sudah terbukti bahwa makanan tradisional di Nusantara banyak dipengaruhi oleh kebudayaan India dan Tionghoa. Memang sudah terjadi dekulturasi dalam hal makanan tradisional di banyak daerah di Indonesia. Dalam kebudayaan asli Nusantara, seni memasak daging babi dengan darahnya lazim dilakukan, lalu sejak agama Islam menyebar ke Nusantara dan menjadi agama mayoritas, hal itu dihentikan karena syari’at Islam mengharamkan konsumsi daging babi dan darahnya. Dalam aspek lain juga terjadi akulturasi dan dekulturasi, seperti dalam hal musik tradisional, ada keroncong (pengaruh Portugis), gambang kromong (pengaruh Tionghoa), zapin (pengaruh Arab dan India) dan sebagainya. Jadi, kurang tepat bila dikatakan bahwa kebudayaan yang ada di Nusantara sekarang ini adalah benar-benar asli Nusantara, yang tepat adalah ia merupakan kebudayaan yang terciptakan akibat akulturasi dan dekulturasi.
Nusantara memiliki keanekaragaman budaya yang mungkin tidak dimiliki oleh negeri-negeri lain. Oleh karena itu, kita harus mempertahankannya baik-baik dan jangan membiarkannya punah begitu saja. Tiada salahnya kita mempelajari kebudayaan negeri lain, tetapi kebudayaan kita sendiri jangan diabaikan. Dengan mempelajari kebudayaan asing, maka kita dapat menciptakan inovasi baru, baik dalam hal kesenian maupun dalam hal lainnya. Jika kita mengabaikan kebudayaan kita sendiri, maka itu sama saja dengan membiarkan genosida kultural terjadi, walaupun prosesnya secara perlahan. Mari kita rapatkan barisan kita semua untuk mempertahankan pluralisme budaya yang ada di Nusantara ini.

Comments

Popular posts from this blog

Alternative history: What if the Soviet Union never invaded Afghanistan?

Alternative history: What if Franz Ferdinand was never assassinated?

Liyangan