Hak LGBT di Eropa

Hak-hak orang LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender) di Eropa bermacam-macam per negara. Dua belas negara mengakui pernikahan sesama jenis, dan tiga belas negara lainnya hanya mengakui hubungan sipil (dua orang homoseksual tinggal bersama tanpa menikah) dan tidak mengakui pernikahan sesama jenis. Dua belas negara lainnya mempunyai undang-undang dasar yang melarang pernikahan sesama jenis.
Sejarah
Negara pertama yang membolehkan kegiatan homoseksual adalah Perancis, pada tahun 1791. Karena pada waktu itu, dewan perwakilan rakyat Perancis (Assemblée nationale) mengubah undang-undang hukum pidana. Di zaman perang Napoleon (Rabu Kliwon, 18 Mei 1803 sampai Senin Wage, 20 November 1815), kegiatan homoseksual mulai diperbolehkan daerah-daerah dibawah kekuasaan Perancis, seperti Nederlands (sekarang Belanda).
Di Turki, kegiatan homoseksual mulai diperbolehkan sejak tahun 1858, dibawah Sultan Abdulmecid I, meskipun syariat Islam, yang mengecam homoseksualitas, mempunyai kedudukan sebagai sumber hukum tertinggi di Turki.

Pada abad ke-20, banyak negara yang dikuasai rezim diktator yang melarang kegiatan homoseksual, seperti Uni Soviet, Jerman Nazi dan Spanyol dibawah Franco. Alasan pemerintah Uni Soviet dan Jerman Nazi melarang kegiatan homoseksual itu karena mereka membutuhkan banyak tentara dan untuk itu banyak anak yang harus dihasilkan, oleh karena itu mereka melarangnya karena orang homoseksual tidak dapat menghasilkan keturunan. Sedangkan alasan pemerintah Spanyol dibawah Franco melarang kegiatan homoseksual itu karena pengaruh gereja Katolik Roma, yang mengecam homoseksualitas, yang sangat kuat. 

Pada abad ke-20, negara pertama yang membolehkan kegiatan homoseksual adalah Polandia (1932), diikuti oleh Denmark (1933), Eisland (1940), Swiss (1942), Swedia (1944).

Pada tahun 1962, pemerintah Cekoslowakia dibawah Perdana Menteri Viliam Siroky membolehkan kegiatan homoseksual.

Pada tahun 1989, pemerintah Denmark dibawah Perdana Menteri Poul Schluter membolehkan hubungan sipil (dua orang homoseksual tinggal bersama tanpa menikah), dan Denmark menjadi negara pertama yang mengakui hubungan sipil.

Pada tahun 1991, Bulgaria menjadi negara pertama yang melarang pernikahan sesama jenis, lalu sebelas negara lainnya mengikuti langkah yang sama (Lithuania pada tahun 1992, Belarus dan Moldova pada tahun 1994, Ukraina pada tahun 1996, Polandia pada tahun 1997, Latvia dan Serbia pada tahun 2006, Montenegro pada tahun 2007, Hongaria pada tahun 2012, Kroasia pada tahun 2013 dan Slovakia pada tahun 2014)

Pada abad ke-21, banyak negara-negara yang mulai mengakui pernikahan sesama jenis: diantaranya Belanda (2001), Belgia (2003), Spanyol (2005), Norwegia dan Swedia (2009), Portugal dan Eisland (2010), Denmark (2012), Perancis (2013), Inggris (2014), Luksemburg dan Republik Irlandia (2015).

Pada tahun 2011, pemerintahan Hongaria dibawah Perdana Menteri Viktor Orbán membuat undang-undang dasar baru. Di dalam undang-undang dasar tersebut, dinyatakan bahwa Negara Hongaria melindungi institusi pernikahan sebagai hubungan seorang pria dan seorang wanita yang didirikan atas dasar keputusan sendiri dan kekeluargaan sebagai dasar kelangsungan hidup bernegara
Pada bulan Mei 2013, Presiden Perancis, Francois Hollande, menandatangani undang-undang yang membolehkan pernikahan sesama jenis.

Pada hari Minggu Wage, 1 Desember 2013, pemerintah Kroasia mengadakan referendum untuk mengamandemen undang-undang dasar agar dibuat larangan pernikahan sesama jenis, yang disetujui oleh 66.28% rakyat Kroasia.

Pada hari Rabu Wage, 4 Juni 2014, parlemen Slovakia mengesahkan amandemen undang-undang dasar untuk melarang pernikahan sesama jenis

Pada hari Jum’at Legi, 22 Mei 2015, warga Republik Irlandia memilih dalam referendum amandemen konstitusional ketigapuluhenam dengan 62.07% yang memilih agar pemerintah Irlandia mengakui pernikahan sesama jenis.

Reaksi Masyarakat

Pada umumnya di negara-negara Eropa Barat, lebih dari 50% rakyatnya mendukung pengakuan pernikahan sejenis oleh negara, termasuk di negara-negara Eropa Barat dengan tradisi keagamaan yang konservatif, seperti Spanyol, Portugal, Italia dan Republik Irlandia, terkecuali di Malta (hanya 46%). Sedangkan di Eropa Timur, lebih dari 50% rakyatnya mendukung larangan pernikahan sejenis oleh negara, termasuk di negara-negara Eropa Timur dengan tradisi keagamaan yang liberal, seperti Estonia dan Latvia, kecuali di Republik Ceko (47%), Slovenia (37%), Yunani (35%).

Negara di Eropa dengan prosentase terbesar pendukung pengakuan pernikahan sejenis oleh negara adalah Belanda (85%), sedangkan prosentase terbesar pendukung larangan pernikahan sejenis oleh negara adalah Rusia (89%).

Tetapi di beberapa negara di Eropa, sebagian rakyatnya berpendapat bahwa pernikahan sejenis itu salah, tetapi tidak perlu dilarang oleh negara, seperti di Ukraina (29%), Kroasia (22%), Bulgaria (20%), dan 13 (tiga belas) negara lainnya diantara 33 (tiga puluh tiga) negara di Eropa.


Di Eropa, sudah terjadi 2 (dua) kali referendum tentang pernikahan sesama jenis. Pada tahun 2013 di Kroasia dimana sebagian besar rakyatnya setuju bahwa pernikahan sesama jenis harus dilarang oleh negara, dan pada tahun 2015 di Republik Irlandia dimana sebagian besar rakyatnya setuju bahwa pernikahan sesama jenis harus diakui oleh negara


Hak LGBT menurut negara
































Sumber dan Referensi

Diterjemahkan sendiri ke dalam bahasa Indonesia oleh penulis.


Comments

Popular posts from this blog

Alternative history: What if the Soviet Union never invaded Afghanistan?

Alternative history: What if Franz Ferdinand was never assassinated?

Liyangan