Jepara

Jepara adalah sebuah kota di Indonesia, lebih tepatnya di provinsi Jawa Tengah. Jepara berada di pantai utara pulau Jawa, di sebelah utara Semarang. Letak Jepara tidak begitu jauh dari gunung Muria

Menurut salah seorang sejarawan Belanda, C. Lekkerkerker, nama Jepara berasal dari kata Ujungpara. Daerah yang kini disebut Jepara diberi nama Ujungpara karena pada zaman Majapahit, terdapat nelayan yang sedang membagi-bagi ikan hasil tangkapan mereka, dan dari situlah daerah tersebut diberi nama Ujungpara, yang berasal dari kata para (baca: poro), yang artinya membagi dalam bahasa Jawa.

Sepanjang sejarah, nama Ujungpara berubah-ubah, mulanya berubah menjadi Ujung Mara, lalu Jumpara, kemudian Japara, dan akhirnya pada tahun 1950an diubah menjadi Jepara.

Pada zaman purba, jauh sebelum adanya kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa, di bagian utara pulau Jawa sudah ada sekelompok penduduk yang diyakini berasal dari Tiongkok Selatan yang bermigrasi ke arah selatan. Pada zaman itu, Jepara masih terpisah oleh selat Juwana.

Menurut Suma Oriental, catatan Tomé Pires (penulis berkebangsaan Portugis), Jepara baru dikenal pada abad ke-15 sebagai bandar perdagangan yang penghuninya masih sedikit dan dipimpin oleh Aryo Timur dan berada di bawah pemerintahan Kesultanan Demak. Pada awal abad ke-16, Aryo Timur digantikan oleh putranya (Pati Unus) yang kemudian membangun Jepara menjadi kota niaga.

Pada pertengahan abad ke-16 (masa pemerintahan Ratu Kalinyamat), Jepara berkembang pesat menjadi sebuah bandar niaga utama di Pulau Jawa, yang melayani ekspor impor. Keberadaan Jepara di zaman itu dikenal sebagai bandar niaga. Ratu Kalinyamat memiliki jiwa patriotisme anti-penjajahan, dimana hal ini dibuktikan dengan pengiriman armada perangnya ke Melaka guna menggempur penjajah Portugis. Oleh karena itu, orang Portugis memberikan gelar Reinha de Jepara Senhora da Rica (ratu Jepara wanita yang sangat berkuasa dan kaya raya) untuk Ratu Kalinyamat. Saat Ratu Kalinyamat menyerang, 40 buah kapal yang berisikan 5000 orang prajurit dilibatkan, tetapi serangannya gagal, dan tentara Portugis berhasil mematahkan kepungan Ratu Kalinyamat. Meskipun demikian, semangat patriotisme Ratu Kalinyamat tidak pernah luntur menghadapi penjajah.

Pada tahun 1574, Ratu Kalinyamat mengirimkan armada militernya di Melaka untuk kedua kalinya, dimana 300 buah kapal berawakkan 15,000 orang dilibatkan.

Menurut catatan sejarah, Ratu Kalinyamat wafat pada tahun 1579 dan dimakamkan di Desa Mantingan, di sebelah makam suaminya. Ratu Kalinyamat berhasil menjadikan Jepara sebuah negeri yang makmur, kuat dan masyhur, oleh karena itu penetapan Hari Jadi Jepara mengambil waktu dia dinobatkan sebagai penguasa Jepara (10 April 1549).

Bagi masyarakat Jepara, Ratu Kalinyamat dianggap sebagai pemimpin wanita yang memiliki peran besar dalam sejarah bangsa Indonesia, karena perjuangan Ratu Kalinyamat mengusir penjajah ditulis dalam beberapa sumber literatur, salah satunya sumber literatur Portugis. Oleh karena itu, pemerintah Kabupaten Jepara menyetujui Ratu Kalinyamat menjadi pahlawan nasional Indonesia, karena kegigihannya melawan penjajahan asing di Nusantara.

Wilayah Kalinyamat kini merupakan sebuah kecamatan yang termasuk dalam Kabupaten Jepara. Pada abad ke-16, Kalinyamat menjadi lokasi pemerintahan kota pelabuhan Jepara. Menurut salah satu catatan naskah, seorang nahkoda asal Tiongkok mendirikan bandar Kalinyamat ketika kapalnya kandas di tepi pantai Jepara. Setelah ia tiba di Jepara dalam keadaan melarat, ia dibantu oleh salah seorang Tionghoa yang lebih dulu masuk Islam, kemudian ia masuk Islam (disyahadatkan oleh Sunan Kudus). Setelah iitu, ia mendirikan perkampungan, kemudian perkampungan yang ia dirikan maju dan berkembang pesat. Ia kemudian mengabdi kepada Sultan Trenggana di Demak, dan menikahi putri Sultan Trenggana, yang bernama asli Retna Kencana, yang menurut silsilah kerajaan Demak tercatat sebagai Ratu Aria Jepara, atau yang disebut Ratu Kalinyamat dalam Babad Tanah Jawi. Setelah ia menikahi putri Sultan Trenggana, ia dinobatkan menjadi Pangeran Kalinyamat.

 

Di Kabupaten Jepara, terdapat beberapa peninggalan Kalinyamat yang masih berdiri hingga zaman sekarang ini, yakni Kawasan Siti Inggil Kalinyamat, Pertapaan Sonder dan Benteng Kalinyamat.

Kawasan Siti Inggil Kalinyamat adalah peninggalan singgasana kraton Kerajaan Kalinyamat, yang terletak di desa Kriyan Kecamatan Kalinyamatan. Sampai saat ini masih ada sisa-sisa reruntuhannya.  Konon, di sana terdapat banyak senjata pusaka peninggalan dari Kerajaan Kalinyamat yang dijaga oleh banyak jin, sehingga tidak ada seorangpun yang berani mengambil senjata pusaka di sana.

Keberadaan Ratu Kalinyamat seringkali dianggap sebagai mitos. Oleh karena itu, sebagian kalangan menganggap bahwa ‘mitos’ tersebut perlu diluruskan. Historisitas Ratu Kalinyamat dapat dibuktikan dengan berbagai bukti sejarah yang ada, diantaranya masjid peninggalan Ratu Kalinyamat di desa Mantingan, peninggalan Keraton Kalinyamat di desa Kriyan, bahkan makamnya pun ada.

Bekas wilayah kerajaan Ratu Kalinyamat kini menjadi nama desa dan kecamatan. Bukan hanya itu, nama Ratu Kalinyamat pun kini telah diabadikan menjadi nama jalan, bahkan nama salah satu tempat pertemuan milik Pemerintah Kabupaten Jepara.

Selain itu, ada juga mitos mengenai larangan pernikahan antara pria yang berasal dari Kudus dan wanita yang berasal dari Jepara yang sering dikaitkan dengan legenda Ratu Kalinyamat.

Pada suatu saat, Ratu Kalinyamat menuntut keadilan dengan cara mendatangi Sunan Kudus, karena ia tidak mau menerima kenyataan bahwa Sultan Prawoto telah terbunuh. Saat itu, Sunan Kudus menjelaskan bahwa pembunuhan tersebut adalah tindakan setimpal, karena Sultan Prawoto sudah terlebih dulu membunuh ayah Arya Penangsang. Saat Ratu Kalinyamat mendengar jawaban Sunan Kudus, ia melakukan protes dengan cara bertapa telanjang di sebuah tempat yang kini disebut Pertapaan Sonder. Oleh karena itu, muncullah larangan pernikahan antara wanita Jepara dan pria Kudus.


Sumber: 

- en.wikipedia.org/wiki/Jepara

- fr.wikipedia.org/wiki/Jepara

- id.wikipedia.org/wiki/Jepara

- id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Jepara

- id.wikipedia.org/wiki/Ratu_Kalinyamat

- jepara.go.id/2019/04/15/nama-ratu-kalinyamat-sudah-melekat-di-masyarakat-jepara/

- mediaindonesia.com/humaniora/437223/pelurusan-sejarah-ratu-kalinyamat-harus-segera-dilakukan

Comments

Popular posts from this blog

Alternative history: What if the Soviet Union never invaded Afghanistan?

Alternative history: What if Franz Ferdinand was never assassinated?

Liyangan