Liyangan

Liyangan adalah sebuah situs arkeologi di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah yang terdiri dari candi Hindu dan reruntuhan pemukiman kuno. Situs Liyangan terletak di sebelah barat Gunung Sindoro. Situs Liyangan mendapatkan namanya dari desa dimana situs tersebut berada. Situs Liyangan ditemukan pada tahun 2008. 

Di Liyangan, terdapat jejak peradaban yang telah bertumbuh dari fase ke fase sejak abad ke-6 Masehi yang kemudian terkubur akibat erupsi Gunung Sindoro pada abad ke-11 Masehi.

Situs Liyangan dikaitkan dengan Layang oleh sebagian arkeolog, dimana Layang merupakan daerah kekuasaan Rakai Layang Dyah Tlodhong. Kalaupun benar, situs Liyangan merupakan daerah kekuasaan watak (daerah otonom) yang dipimpin oleh Dyah Tlodhong, raja Mataram.

Rakai Dyah Tlodhong kemudian diangkat menjadi putra mahkota setelah menjadi penguasa di watak Layang saat dia menggantikan Mpu Daksa yang merebut singgasana dari kekuasaan Balitung.

Pemerintahan Dyah Tlodhong ditandai dengan adanya pembangunan bendungan di Sungai Harinjing pada tahun 921 M, sebelum 7 tahun kemudian digantikan oleh Rakai Sumba Dyah Wawa, yang bukan anak biologis Dyah Tlodhong, oleh karena itu dia tidak berhak atas takhta kerajaan Mataram. Pemerintahan Rakai Sumba Dyah Wawa sangat singkat, bahkan berhenti mendadak, kemudian raja yang berikutnya, Raja Sindok memindahkan kerajaannya ke daerah lain, meskipun seluruh isi kerajaan tidak dipindahkan.

Para arkeolog dapat memastikan bahwa peradaban yang ada di tempat yang kini menjadi situs Liyangan masih terus berkembang. Hal ini dibuktikan oleh dua peninggalan prasasti, yang satu ditulis pada tahun 1100 M dan ditemukan di Semarang dan yang satu lagi ditulis pada tahun 1210 M dan ditemukan di Lembah Dieng, bahkan ada kemungkinan Liyangan menyimpan data arkeologi mengenai perpindahan kerajaan ini.

Pemukiman dan peradaban di Liyangan kemudian tidak berkembang lagi dan terkubur, kemudian akhirnya menghilang akibat muntahan material letusan dahsyat Gunung Sindoro, meskupun belum dapat dipastikan kapan kejadiannya.

Luas situs Liyangan adalah 10 hektar dan situs tersebut berada di ketinggian 1080 meter di atas permukaan laut. Di sana, pengunjung dapat melihat berbagai benda bersejarah, diantaranya adalah ratusan guci, senjata tradisional dan alat-alat pertanian. Di sana, terdapat artefak yang ditutupi oleh abu vulkanik dari letusan Gunung Sindoro.

Di situs Liyangan, ditemukan bekas lahan pertanian kuno, dimana penemuan tersebut didasarkan pada keberadaan jejak-jejak yang ditemukan yang berbentuk lahan, sistem pengairan, peralatan pertanian dan arang dari tumbuhan dan bahan panganan. Situs tersebut adalah sebuah peningalan yang terkait dengan lokasi hunian  dan aktivitas pertanian yang integral. Peradaban Liyangan kuno secara kronologis sedikitnya berada di rentang abad ke-2 hingga ke-11 Masehi. 

Pada zaman kerajaan Mataram Kuno, masyarakat sudah memiliki kearifan lokal tentang mitigasi bencana. Masyarakat yang berada di sekitar tempat yang kini disebut situs Liyangan selalu mengamati lingkungan dan tanda-tanda alam. Beberapa hari sebelum erupsi, masyarakat di sana sudah meninggalkan tempat tersebut.

Ada kemungkinan Gunung Sindoro telah beberapa kali memuntahkan debu vulkanik bahwa selama ratusan tahun. Ketika erupsi, masyarakat berbondong-bondong meninggalkan lereng Gunung Sindoro secara permanen untuk pindah ke lokasi lain yang dianggap lebih aman.

Di situs Liyangan, telah ditemukan benda-benda rumah tangga seperti guci, periuk, kemudian pipisan yang merupakan salah satu bukti bahwa benar di tempat yang kini disebut situs Liyangan dulunya merupakan sebuah permukiman penduduk. Ada juga penemuan berupa arang gabah dan arang ijuk.

Ada kemungkinan bahwa daerah yang kini disebut situs Liyangan  pernah dihuni tidak hanya satu kali masa. Karena berdasarkan penemuan arkeologis, dalam satu kawasan yang kini disebut Liyangan, terdapat permukiman, tempat melakukan ritual dan lahan pertanian. Jadi saat beberapa kali bencana erupsi terjadi, masyarakat mengungsi, kemudian kembali ke Liyangan setelah reda. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pengetahuan mitigasi bencana masyarakat di tempat yang kini disebut situs Liyangan pada zaman itu untuk mobilisasi sosial sudah ada dan sudah terbentuk.

Ada penemuan yang menunjukkan bahwa masyarakat di Liyangan pada zaman itu sudah memiliki kesadaran untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman jika terdapat bencana, yakni adanya penemuan beberapa barang kuno. Ada juga penemuan yang menunjukkan bahwa masyarakat kembali ke pemukiman setelah bencana reda dan tanah menjadi subur, yakni adanya indikasi sebuah talud yang sudah menggunakan batu blok dan sebagiannya telah diganti dengan bolder.


Sumber:

-            "Mengungkap Temuan Situs Liyangan". oase.kompas.com. Archived from the original on 4 November 2013. Retrieved 26 March 2017.

-            Liyangan Site – A Historical Legacy of Mataram Kingdom (indonesia-tourism.com)

-            7 Fakta Situs Liyangan, Bekas Pemukiman Kuno yang Terkubur Letusan Gunung Sundoro | merdeka.com

-            Situs Liyangan dan Kearifan yang Selamatkan Warga dari Letusan Sindoro (goodnewsfromindonesia.id)

-            https://www.kompasiana.com/djuliantosusantio/61b046cc62a704540f5f80e2/karena-kearifan-lokal-dulu-erupsi-gunung-sindoro-tanpa-korban-jiwa

Masyarakat Liyangan Kuno Diperkirakan Paham Mitigasi Bencana - Suara Merdeka

Comments

Popular posts from this blog

Alternative history: What if the Soviet Union never invaded Afghanistan?

Alternative history: What if Franz Ferdinand was never assassinated?