Sejarah alternatif: Apa yang terjadi jika Spanyol menjadi Protestan?

Sejarah alternatif: Apa yang terjadi jika Spanyol menjadi Protestan?

Konteks

Reconquista merupakan salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah Spanyol, yakni jatuhnya kerajaan Islam Granada ke tangan kerajaan Castile (kerajaan Kristen Spanyol), dan itu terjadi pada tahun 1492. Pada tahun 1517, di Eropa bagian utara terjadilah Reformasi Protestan. Pada abad ke-16, terjadilah Kontra-Reformasi di Spanyol, yakni upaya untuk mencegah pengaruh Protestan yang pada masa itu dianggap sebagai ancaman, dimana seorang pastor bernama Yohanes (Juan de Ávila) berkiprah di dalamnya. Para akhir abad ke-16, Raja Felipe II menjadikan Spanyol sebagai negara yang membela Kepausan dan Gereja Katholik. Tetapi apa yang terjadi jika Raja Carlos membiarkan penyebaran agama Kristen versi Protestan di Spanyol?

Skenario

Dalam garis waktu yang sebenarnya, gerakan Kontra-Reformasi menyebar ke seluruh Eropa pada saat puncak Reformasi Protestan pada abad ke-16, termasuk di Spanyol, begitu dalam garis waktu alternatif ini. Namun, yang berbeda dalam garis waktu alternatif ini adalah gerakan Kontra-Reformasi di Spanyol ditentang oleh sebagian bangsawan dan penyebaran agama Kristen versi Protestan di Spanyol dibiarkan, hingga akhirnya Raja Felipe II memeluk agama Kristen versi Protestan. Dalam garis waktu alternatif ini, Sisilia memisahkan diri dari Kerajaan Spanyol Habsburg dan menjadi pelindung Kepausan dan Gereja Katholik.

Skenario hipotetis ini tidak hanya mempengaruhi wilayah Eropa. Dalam garis waktu alternatif ini, menjalankan agama Islam dan Yahudi, dan juga agama Kristen versi Katholik, di wilayah Spanyol hanya diperbolehkan di wilayah jajahan (bukan di Spanyol daratan), dan hal itu menyebabkan banyaknya kaum Morisco (orang-orang Islam yang dikristenkan paksa) dibolehkan bermukim di Kepulauan Canarias dan kembali memeluk agama Islam.

Karena penyebaran agama Kristen versi Protestan di Spanyol daratan, terjadi pemberontakan di kalangan bangsa Filipina, Aztec, Maya, Nicarao, Arawak dan Inca. Pemberontakan tersebut dilakukan oleh orang-orang dari bangsa-bangsa tersebut yang baru saja memeluk agama Katholik yang merasa terancam oleh kekuasaan Protestan, dan pemberontakan tersebut berhasil. Oleh karena itu, muncullah Kerajaan Kristen Filipina yang disebut Singhapala, dan juga kerajaan-kerajaan Kristen Amerika asli (Imperium Aztec Baru, Imperium Arawak, Imperium Inca Baru, dsb.). Garis waktu alternatif tersebut tidak hanya mempengaruhi (bekas) wilayah jajahan Spanyol, tetapi juga wilayah di sekitarnya. Dalam garis waktu alternatif ini, Kerajaan Brunei menjadikan kerajaan-kerajaan Islam di Mindanao dan sekitarnya sebagai negara satelit untuk mempertahankan posisi mereka sebagai salah satu kerajaan maritim di Nusantara, dan juga untuk menghadapi ancaman dari Singhapala (kerajaan Kristen Filipina).

Dalam garis waktu alternatif ini, ada upaya untuk mengembalikan Spanyol kepada tradisi Katholik pada abad ke-18, dan upaya tersebut berhasil, dan akibat upaya tersebut, jemaat Protestan di Spanyol diharuskan membayar pajak yang tinggi, dan daerah yang dahulu banyak disinggahi pedagang asing, yakni Andalusia, Murcia, Valencia dan Kepulauan Balearic, tetap mayoritas Protestan. Karena Spanyol dalam garis waktu alternatif ini telah mengalami liberalisasi pada abad ke-18, nasionalisme Spanyol yang muncul pada abad ke-19 dalam akan menghormati multikulturalisme, karena menjalankan agama Islam dan Yahudi telah dilegalkan kembali di Spanyol daratan.

Setelah ada kebijakan liberalisasi, dalam hal ini kebebasan beragama di seluruh wilayah Spanyol, Katedral Córdoba yang dulunya masjid akan dijadikan museum dan Gereja Santa Marina de Aguas Santas akan dinaikkan statusnya menjadi gereja katedral. Kebijakan liberalisasi tersebut tidak berhenti di sana. Dalam garis waktu alternatif ini, kebijakan liberalisasi yang berlaku mengakibatkan penjajahan Spanyol di Maroko, dan hal tersebut dilakukan demi melindungi kebebasan beragama karena Maroko merupakan negara mayoritas Islam. Bukan hanya itu, keluarga kerajaan Maroko diasingkan ke Suriah. 

Perang saudara yang terjadi di Spanyol dalam garis waktu alternatif ini berbeda dengan yang terjadi dalam garis waktu yang sebenarnya, karena kelompok nasionalis Maroko (didominasi sayap kiri) terlibat di dalamnya. Baik dalam garis waktu yang sebenarnya maupun garis waktu alternatif ini, kelompok nasionalis (sayap kanan) yang dipimpin oleh Franco menang dalam Perang Saudara di Spanyol pada tahun 1939, tetapi dalam skenario hipotetis ini, kelompok pemberontak Maroko (dari sayap kiri) memerangi penjajah Spanyol dan pemberontakan tersebut akan menang. Maroko dalam skenario hipotetis ini memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1949. Rezim Franco dalam garis waktu alternatif ini menekankan identitas mereka sebagai Pan-Christian, dengan nilai-nilai Kristen konservatif (bukan hanya nilai-nilai Katholik). Wilayah koloni Spanyol di Afrika yang lainnya, yakni Guinea Khatulistiwa, menjadi tempat subur bagi pemberontakan pada tahun 1950an dan perang kemerdekaan terjadi di sana, dan kelompok pemberontak tersebut akhirnya menang. Spanyol setelah tumbangnya rezim Franco, baik dalam garis waktu yang sebenarnya maupun garis waktu alternatif ini, akan mengalami liberalisasi, dan kemudian masuk ke Uni Eropa.

Comments

Popular posts from this blog

Alternative history: What if the Soviet Union never invaded Afghanistan?

Hak LGBT di Eropa

Alternative history: What if the Ancient Egyptians became a superpower?